Senin, 27 Februari 2012

Rusli Amran, Penyelamat Sejarah Ranah Minang (1922-1996)


Jika kita membaca sebuah tulisan tentang sejarah Ranah Minang, terutama pada jaman kolonial, maka tidak bisa tidak  tulisan itu kalau dirunut sumbernya hampir pasti akan sampai ke salah satu karya pak Rusli Amran. Tak peduli apakah tulisan itu ditulis oleh seorang profesor ataukah oleh seorang rakyat badarai. Begitu hebatnya pengaruh sosok ini dalam sejarah per-Minang-an.

Namun demikian, tidak banyak yang mengetahui siapa sebenarnya Rusli Amran. Sebagian orang menganggapnya sejarawan, tapi sebenarnya dia bukanlah "orang sejarah".

Berawal dari sebuah buku "ajaib" nan kontroversial terbitan tahun 1963 (sekarang sudah dicetak ulang)  berjudul  “Tuanku Rao: Teror Agama Islam Hambali di Tanah Batak (1816-1833)” karya Mangaradja Onggang Parlindungan yang menulis:

“Brothers from Minang sangat parah handicapped, karena kepertjajaan mereka akan mythos2 tanpa angka2 tahunan. Mythos Iskandar Zulkarnain Dynasty, Mythos Menang Kerbau, Mythos Bundo Kanduang, Tambo Minangkabau, dlsb., semuanya 100% ditelan oleh Brothers from Minang. Tanpa mereka sanggup selecting-out 2% facta2 sejarah dan kicking-out 98% mythologic ornamentations dari mythos2 itu. Tanpa mereka sedikit pun usaha, mentjarikan angka2 tahunan untuk menghentikan big confusions” (679)."

Dengan segala gaya penulisannya yang unik dan sedikit aneh (menurut saya malah itu yang membuat buku ini menarik, terlepas dari kebenaran isinya), harus diakui bahwa yang ditulis M.O. Parlindungan itu mengandung kebenaran. Kekurangan orang Minang yang selama ini tidak berorientasi ke belakang, tidak acuh dengan sejarah lamanya, dan tidak pula memiliki aksara sendiri, telah menyebabkan bukan saja sejarah yang dulu-dulu tertimbun oleh masa, sejarah yang kemarin saja pun sudah kabur. Coba saja, keluarga Minang mana yang punya ranji lengkap sampai ke nama nenek moyangnya? Barangkali cuma sampai kakek atau ayah dari kakek.

Brothers from Minang pun bereaksi atas buku tersebut. Dimulai pada 1970, terbit buku "Sedjarah Minangkabau" yang diusahakan oleh M.D. Mansoer (et al), dalam rangka menyongsong Seminar Sejarah dan Kebudayaan Minangkabau yang diadakan di Batusangkar. Buku ini memuat tanggal-tanggal dan data-data referensi yang otentik, serta mitos dan sejarah politik Sumatera Barat. Uniknya, buku tersebut juga berisi ucapan selamat dari Parlindungan sendiri sebagai kata pengantarnya. Selanjutnya tahun 1974 HAMKA menantang langsung buku Parlindungan dengan menerbitkan buku berjudul "Tuanku Rao: Antara Khayal dan Fakta".

Tapi dari semuanya tak ada yang melebihi sebuah buku karya pertama dari seseorang yang bernama Rusli Amran berjudul "Sumatera Barat hingga Plakat Panjang" yang diterbitkan oleh Sinar Harapan pada tahun 1981.  Buku ini merupakan hasil Rusli Amran menghabiskan banyak waktu antara tahun 1970-1980 untuk menggali data dan nara sumber di Belanda dan Indonesia, dengan memfokuskan perhatian pada laporan dan penelitian yang tersedia pada Jurnal Kolonial Belanda pada abad ke 19. Buku ini merupakan sejarah lengkap termasuk juga laporan arkeologis pada abad ke 13. Rusli Amran menitikberatkan pada interaksi Minangkabau dengan Inggris dan Belanda, sampai pada perang Padri dan Plakat Panjang yang merupakan awal dari pendudukan Belanda di Sumatera Barat. Buku ini ditulis dengan sangat cermat dalam melakukan penelitian akan tetapi dengan gaya penulisannya yang tidak formal. Contohnya bab tentang masuknya bangsa Eropa diberi judul " Masuknya si Bule". Karenanya tidak heran jika buku dengan hampir 700 halaman lengkap dengan referensi sumber, reproduksi dari arsip dan dokumen yang terkait beserta sumber asli ini, di kemudian hari menjadi referensi utama para penulis sejarah Ranah Minang.

Kembali ke pertanyaan awal: Siapa Rusli Amran?

Rusli Amran bukanlah seorang yang berlatar belakang pendidikan sejarah. Ia adalah seorang pensiunan diplomat dan wartawan. Lahir di Padang tahun 1922 dan sempat mengenyam sistem pendidikan Belanda, Jepang dan Indonesia. Setamat AMS Sastra Barat di Jogjakarta sebelum Perang Dunia II, ia melanjutkan ke perguruan tinggi di Jakarta, Amsterdam dan terakhir di Praha.  Selama masa revolusi pemuda Rusli Amran bersama Sidi Muhammad Sjaaf dan Suraedi Tahsin menerbitkan surat kabar Berita Indonesia pada 6 September 1945 dan merupakan koran pertama setelah Indonesia merdeka. Pada awal tahun 1950 ia bergabung dalam birokrasi pemerintah, pertama pada Departemen Pertahanan dan kemudian Departemen Keuangan hingga akhirnya pada Departemen Luar Negeri. Selama puluhan tahun Rusli Amran mewakili Republik Indonesia di Moskow dan Paris. Ketika Rusli Amran pensiun ditahun 1972, ia mendedikasikan dirinya pada proyek sejarah berskala besar yaitu menulis sejarah Sumatera Barat dalam bentuk yang bisa dimengerti dan dijangkau oleh para pelajar Indonesia.

Rusli Amran menghasilkan lima buah buku. Dengan kehadiran buku-buku ini makin tersibaklah awan gelap yang menyelubungi sejarah Sumatera Barat. Dalam kaitan ini, makin terasa betapa upaya yang dilakukan Rusli selama bertahun-tahun, dan dengan semangat akademis yang tinggi, menjalin kembali untaian sejarah yang telah lepas-lepas itu, patut kita hargai. Terlebih lagi, buku-bukunya tidaklah ditulis dengan bahasa yang kering dan membosankan, tapi sebaliknya, bahkan kocak. Memang, sebagaimana dimaksudkan Rusli, seri buku ini tidak dimaksudkan sebagai buku teks dalam artian yang konvensional, tapi sebuah buku sejarah yang ditulis secara populer, dengan gaya bercerita, agar dapat dibaca kalangan luas, terutama oleh generasi muda. Latar belakang Rusli sebagai "orang lama", yang menguasai betul bahasa sumber (bahasa Belanda), sangat membantu. Selain itu, ketajaman pena Rusli, pendiri dan pemimpin harian Berita Indonesia, sebagai wartawan di awal Kemerdekaan, ditambah lagi dengan kejelian matanya sebagai diplomat dalam melihat sesuatu di balik yang tersirat, sehingga ia bukan saja berusaha membeberkan cerita sejarah dengan cara yang hidup dan mengasyikkan, tapi sekaligus juga memberi arti plot-plot sejarah itu secara berkesinambungan. Cara Rusli melihat peristiwa-peristiwa sejarah itu adalah dengan kaca mata bangsa sendiri, walau bahan yang dipakai hampir seluruhnya diramu dari sumber-sumber Belanda.

Buku keduanya adalah "Sumatera Barat Plakat Panjang" adalah buku lanjutan dari buku yang pertama yang disertai juga dengan terjemahan dari sumber-sumber Belanda yang diambil dari jurnal Belanda dan muncul dalam apendik. Kedua buku ini membuat sumber-sumber dalam bahasa Belanda yang secara bahasa dan tempat sulit terjangkau menjadi mudah terjangkau bagi para pelajar Indonesia yang berminat mempelajari Sejarah Sumatera Barat.

Buku ketiga dari Rusli Amran adalah "Sumatera Barat: Pemberontakan Anti Pajak tahun 1908" yang menjelaskan mengenai sistem tanam paksa kopi, eksploitasi kolonial pada abad ke 19 dengan penelaahan mengenai reaksi atas pajak.

Buku ke empat "Padang Riwayatmu Dulu" didedikasikan pada kota kelahirannya Padang yang ditulis masih dengan gaya informal dan berisi campuran antara arsip-arsip dan kejadian-kejadian yang bersifat pribadi pada komunitas Eropa dan Jawa. Rusli Amran juga memasukan koleksi-koleksi foto reproduksi yang mengesankan .

Buku terakhir dari Rusli Amran diterbitkan setelah beliau wafat pada tahun 1996 dalam bentuk kumpulan esai yang berjudul "Cerita Lama dalam Lembaran Sejarah". Kumpulan esai ini merupakan penemuan yang menakjubkan pada tokoh-tokoh dan momen yang tidak biasa di Sumatera Barat yang menyenangkan untuk dibaca santai.

Istri beliau selanjutnya mendirikan Yayasan Rusli Amran di Jakarta sebagai tempat belajar dan pusat dokumentasi koleksi dan arsip beliau.

Namun menurut Jeffrey Hadler, Profesor di Departmen of South and South East Asian Studies University of California Berkeley, yang lebih penting dari tulisan Rusli Amran adalah kebaikan hati beliau selama melakukan penelitian terhadap arsip-arsip tersebut dimana beliau menggandakan setiap artikel dan manuskrip yang ada mengenai Sumatera Barat yang sangat banyak jumlahnya. Rusli Amran menggandakan dokumen-dokumen tersebut dan menyimpannya dalam tiga lokasi yang berbeda di Sumatera Barat yaitu: Perpustakaan Bagian Literatur  Universitas Andalas di Limau Manis, Ruang Baca Gedung Abdullah Kamil di Padang dan Pusat Dokumentasi dan Inventori Budaya Minangkabau di Padang Panjang. Melalui usaha Rusli Amran ini pelajar yang berminat pada sejarah Sumatera Barat dapat menjangkau buku yang menyediakan gambaran yang jelasi dan tanpa pretensi mengenai masa kolonial. Terlebih lagi mereka dapat menjangkau sumber yang asli tanpa harus pergi ke Belanda maupun Jakarta.

Untuk yang terakhir ini iyo ambo terperangah. Ternyata semua dokumen itu ada di Sumatera Barat dalam bentuk fotocopian! Tidak begitu jelas apakah dokumen-dokumen itu sudah dirubah ke format digital apa tidak pada saat ini. Karena secara lazimnya, dokumen fotocopian tidak akan bertahan lama. Kalau belum, sudah saatnya para sejarawan -terutama dari Unand karena punya akses langsung- mengambil tindakan cepat untuk menyelamatkan dokumen-dokumen berharga tersebut dengan cara mendigitalisasinya.

Selanjutnya kita berharap ada penerbit yang bersedia menerbitkan kembali buku-buku karya Rusli Amran ini. Membaca buku-buku Rusli Amran dapat menimbulkan kebanggaan tersendiri terhadap identitas ke-Minang-an kita. Anda penerbit, tidak usah takut bukunya ndak laku. Paling tidak para peminat sejarah yang menjadi pembaca blog ini akan antri membeli buku anda. Ambo langsung pre-order kelimanya...hehehe...

(Sumber: goodreads.com, kyotoreview.cseas.kyoto-u.ac.jp, tempointeraktif.com)

Senin, 20 Februari 2012

Kunjungan Gubernur Jenderal ke Koto Gadang (1920)

(Pengantar : Artikel ini bersumber dari Suaro Kotogadang. sebuah media komunikasi antara masyarakat  Koto Gadang --sebuah nagari di pinggiran kota Bukittinggi.
Sejatinya Koto Gadang adalah sebuah nagari yang unik. Di saat nagari-nagari lain di Ranah Minang lari menjauhi penjajah kolonial Belanda, Koto Gadang justru lari mendekati. Efek positifnya adalah bahwa pada awal abad ke-20 anak nagari Koto Gadang banyak yang melek huruf dan fasih berbahasa Belanda, banyak yang berpendidikan tinggi --bahkan sampai ke negeri Belanda, serta banyak yang menduduki jabatan tinggi di pemerintahan dan perusahaan swasta kolonial di seluruh Hindia Belanda. Bahkan beberapa diantaranya menjadi pendiri republik ini.
Disamping itu di Nagari Koto Gadang sendiri terdapat apa yang tidak dipunyai daerah lain di Ranah Minang bahkan di Indonesia : Sekolah HIS Pemerintah, Listrik, Air Ledeng, Yayasan Beasiswa (Studiefonds) sampai Sekolah Keputrian serta majalah. Tak heran jika nagari ini dikunjungi oleh Gubernur Jenderal sewaktu melawat ke Padang.
Berdasarkan catatan sejarah, Gubernur Jenderal yang berkuasa pada saat laporan Suaro Kotogadang dibawah ini dibuat adalah Johan Paul Graaf van Limburg Stirum, sama seperti yang pernah berkunjung ke Padang pada tahun 1916 (lihat disini))

Suaro Kotogadang

Kedatangan Zijne Excellentie (Z.E.) Gouverneur Genaraal di Kota Gedang

Kaba Kampung

Pada hari jang telah ditentoekan menoeroet programma perdjalanan Z.E. pada hari Isnajan 16 Augustus ‘20 njatalah soedah pada hari jang terseboet Z.E. akan datang di Kota Gedang mengoendjoengi roemah sekolah renda Keradjinan Amai Setia, itoepoen soedah kira2 15 hari lebih dahoeloe soedah di ansoer2 meoeroeskan segala kebersihan kampoeng2 jang boleh dikatakan setiap2 hari Kota Gedang di datangi Kapala Pemerintah boeat meatoerkan kebersihan kampoeng2 dan sekolah2 sebagai soedah diseboet djoega di Sr.K.G jang telah laloe.

Maka pada hari jang terseboet telah siap sekaliannja Gaba-gaba, merawa Penghoeloe2 dan mandera tiga warna boeat perhijasi kampoeng2 dan djalan2 jang akan di laloei Z.E. maka kira-kira poekoel 9 1/2 pagi telah datang toean Controleur Agam beserta njonja sesampai di Tapi. Padoeka toean Controleur toeroenlah dari atas auto membitjarakan kapada panghoeloe2 jang sekatika itoe beloem seberapa jang hadir dan meatoerkan bagaimana hendaknja perdirian menanti menjamboet Z.E. Itoepoen padoeka atoerkanlah soesoen latakja dan teroes djoegalah ka hilir dimoeka roemah sekolah Studiefonds pedoeka atoerkan poelalah kapada goeroe2 bagaimana anak2 sekolah itoe menjamboet dan bernjanji dan teroes djoegalah ke roemah sekolah K.A.S.

Disana padoeka toean Controleur dan njonja melihat soesoen latak segala barang-barang dan perhiasan adalah menjenangkan hati padoeka toean dan njonja apalagi ada seboeah medja dihijasi barang2 anoegerah jang diberikan Gouv: kepada almarhoem ankoe Datoe di Negeri Orang Kaja Besar Hoofd Djaksa Padang jang pensioen jaitoe ajah dari ankoe Soetan Mohamad Salim Hoofd Djaksa Riauw jang soedah pensioen poela. Seboeah bintang mas besar pakai rantai pandjang dan seboeah baki terboeat dari perak dan beberapa soerat2 tanda terima kasih kapada almarhoem ankoe Hadji Abdoel Gani Radja Mangkoeta dari Minister van Colonien dan Prins van Oranje poetera mahkota Radja di negeri Belanda tetakala beliau pergi ke negeri Belanda dan soerat2 itoe bertarich di dalam tahoen 1871 dan 1875.  Melihat keadaan ini sangat menjenangkan hati padoeka. Dan bertanja siapa almarhoem itoe maka ketika itoe anak dari almarhoem jaitoe ankoe Soetan Mohamad Arif mantri O.R. Sawahloento jang pensioen ada hadir maka baliau terangkanlah dengan setjoekoep2nja karena kalau2 Z.E. bertanjakan nanti.

Didalam roemah sekolah itoe di atoerkanlah moerid-moerid satoe-satoe klasnja dan dibelakang ada tersedia lagi seboeah Loods tempat bertenoen. Dan diatoer djoega orang jang akan memakai pekajan marapoelai sampai 3-4 ketoeroenan pekajan; boeat memakai pekajan marapoelai laki-laki pentjarian ninik mamak dan anak negeri,

1. Baas (tahoe bahasa Belanda) memakai pekajan berdestar gedang mas, roki dari beloedroe memakai terapang dan panding sebagai nan dibiasakan tiap-tiap orang berkahwin berlarak.
2. Sjarif memakai badjoe gadang sawara bertjoekir dan memakai destar bersaloek
3. Adjis memakai kain tarewai
4. Mintjen idem

dan boeat memakai pekajan merapoelai perampoean.
1. Mainar (tahoe bahasa Belanda) memakai Badjoe Beramas, kain samboeran bergelang gadang, bertalakoeng enz. enz.
2. Moezoena memakai Badjoe Soetra Salindang dan sapoetangan enz. enz.
3. Goem memakai Badjoe hitam betarawang enz. enz.
4. Sabaa memakai Badjoe Tjela soetra enz. enz.

Jang memakai pakajan marapoelai laki-laki sebelah kanan dari pintoe masoek di Gang tengah. Jang memakai pekajan marapoelai perampoean di sebelah kiri pintoe di dekat medja barang-barang anoegerah Gouv. tadi.

Dan kira-kira poekoel 10 datang lagi ankoe Demang Bt. Tinggi baliau poen toeroenlah di Tapi poen adalah bersenang hati melihat segala Penghoeloe2 dan anak negeri memakai pekajan jang sepatoetnja; gadang ketjil toea moeda kaloear semoeanja laki laki perampoean; bersenang hatilah segala anak-anak sambil berkata oleh karena pada ini tahoen tiada meadakan keramaijan penoetoep hari raja tersebab anak negeri ditimpa bahaja kelaparan dengan keramaijan inilah diganti jang barangkali 3 kali lipat raminja, apalagi adalah poela di datangi penghoeloe-penghoeloe dan orang moedanja di iringkan mantjak dan tari poepoet dan saloeng dari Sianok, Goegoe’ dan Koto Toea serta kepala-kepala negeri jang terseboet memakai pakajan adat, maka ankoe Demang moendar-mandir sadja berdjalan kian kemari membantoe peratoeran pendirian penghoeloe-penghoeloe.

Maka semantara menanti kedatangan Z.E. berbagailah boeni saloeng dan poepoet jang di iringi dengan njanji oleh Bagindo Kajo Koto Toea bersoeka rajalah segala marika.

Maka pada poekoel 1 betoel kelihatan seboeah Auto, itoepoen merikaitoe rioehlah pada bersoesoen sebagaimana jang diatoerkan, sekiranja Auto itoe dinaiki oleh doea orang toean toekang gambar Z.E. sambil toean itoe mengatakan ta’ berapa lagi Z.E. akan sampai disini. Ijalah toean ini sebagai pengendjoer djalan, karena selaloe toean-toean itoe toeroet djoega kamana-mana Z.E. berdjalan.

Sekiranja 10 menut lagi nampaklah Auto jang dinaiki Z.E. jang memakai bandera ke angkatan Z.E. jang berkibar-kibar di amboes angin maka bersedialah segala jang hadir sesampai Z.E. di dekat Soerau Tinggi diboenikanlah satoe poetjoek mariam alamat menjamboet kedatangan Z.E. dan taboeh nebderoelah serta gong dan gandang bertioep poela, Auto Z.E. akan masoek pintoe Gerbang (gaba-gaba) jang di Tapi berdjalan lambat dan di sonsonglah sepandjang adat dengan sirih ditjarano basahok dengan kain koening, itoepoen ankoe Dt. Mage’ Labih meoendjoekan tjarano itoe kepada Z. E. dan njonja besar serta toean Loehak Agam jang sama2 diatas Auto itoe, maka Z.E. menjemboet sirih itoe dengan sanjoem simpoel demikian djoega dengan njonja besar, maka teroes djoegalah Auto kenaikan Z.E. ka roemah sekolah K.A.S. dimoeka roemah sekolah Studiefonds disamboetlah dengan njanjian anak-anak sekolah dan sampai di roemah sekolah K.A.S. menderoe poelalah Gaoeng dan Gandang.

Maka dibelakang Auto kenaikan Z.E. bertoeroet2lah 10 boeah Auto jang dinaiki oleh beberapa toean2 jang berpangkat2 tinggi, toean2 pengiring Z.E. dan toean besar Soematera Barat.

Maka toeroenlah Z.E. dan njonja besar dari Auto dan teroes naiklah ke sekolah K.A.S. moela2 masoek Z.E. melihat sekali keatas medja jang berisi Bintang dan Baki serta soerat-soerat itoe serta membatjanja dan bertanjakan dengan bahasa Belanda siapa orang ini jang ketika itoe Mainar ada berdiri; itoepoen Mainar mendjawab dengan bahasa Belanda mengatakan jang orang toea itoe ninik dari soeaminja Dr. Mohd. Sjaaf jang sekarang melandjoetkan peladjaran di negeri Belanda.

Z.E. bertitah peladjaran apa.
Djawab Mainar, obat mata karena disini orang banjak sakit mata tersebab ajer koerang baik,
Z.E. bertitah mengapa tidak ambil ajer hoedjan.
Djawab Mainar ada tapi kaloe soedah panas tida ada lagi.
Titah Z.E. Ajer dari mana diambil oleh anak negeri.
Djawab Mainar Ajer dari sawah2 sadja.

Maka Z.E. roepanja sebagai memberi isjarat kepada pengiring Z.E. jang dengan sebentar itoe meambil notes dan menoeliskan (segala marika jang melihat menadahkan tangan ke arah langit; tergeraklah hati orang besar ini akan memberi pertoeloengan waterleiding).

Dan bertitah lagi pada Mainar: kamoe apa maoe pergi djoega ka negeri Belanda?
Ija dalam boelan September soedah dapat tempat beloem dapat chabar tapi soedah diminta.

Setelah Z.E. selasai bitjara dengan Mainar maka berdjalanlah Z.E. melihat sebelah kanan tempat pakajan marapoelai laki-laki, bertanja poela dalam bahasa Belanda kepada Baas

Kamoe siapa?
Djawab: goeroe sekolah S.K.G.
Soedah berbini?
Soedah;
Soedah ada anak?
Soedah ada 1
Dan bertanjakan lagi: bagaimana atoeran ini pakajan?
maka Baas menerangkan dengan sedjalas-djalasnja satoe persatoe atoeran pekajan itoe.

Maka baroelah Z.E. melihat perboeatan tangan anak-anak dan renda-renda itoe setiap-tiap kelasnja serta bertanja. Apalagi njonja besar bertanja dengan senjoem simpoel dan melihat orang bertanoen serta soeroeh menjoedahkan dengan segira doea pasang moeka slof dan naik koembali ka gang ditangah.

Maka sepeninggal Z.E. dan njonja besar melihat di lain-lain klas berganti-gantilah toean-toean itoe datang bertanja pada Mainar dan Baas, roepanja banjak menaroeh heran karena melihat Mainar mendjawab segala segala apa apa pertanjaan dengan hati jang tetap dan sabar serta teratoer dengan ringkas perkataan jang banjak mengandoeng isinja jang berarti.

Sebentar berdiri maka datanglah Directerise (Hadisah) bersama Bestuures dari K.A.S. menjambahkan karangan boenga beserta 2 boeah bantalan terboeat daripada soetra koening jang memakai renda-renda Palembang perboeatan tangan moerid2 K.A.S. (1. boeat bantal doedoek di Auto, 2. boeat bantal penoetoeb teko thee) menjambahkan dengan segala hormat boeat njonja basar; maka njonja besar menerima dengan segala soeka hati serta meminta’ banjak terima kasih.

Sekoetika lagi madjoe poela ankoe Datoe’ Maharadja menjambahkan dengan segala kehormatan serta menarangkan jang bahasa segala panghoeloe2 dan segala anak boeah di K.G. memberi 1 bingkisan persembahan boeat njonja besar 1 halai kamboet perboeatan tangan anak negeri Koto Gedang dan menerangkan oleh karena Z.E. telah soedi datang di negeri kami ini moedah-moedahan Allah mendatangkan sitawar dan sidingin bagi kami saisi negeri akan kedatangan Z.E. itoe;

Mendengar persambahan ankoe Dt. Maharadja ini Z.E. menerima dengan soeka hati poela serta bertanja panghoeloe apa djadi kapala dari panghoeloe nan lain-lain djawab ankoe Dt. Maharadja perhamba dioetoes dengan kata semoefakat oleh penghoeloe2 dan anak boeah Kota Gedang menjambahkan persambahan ini itoepoen Z.E. meminta’ terima kasih banjak; serta memboeka sekali bingkisan itoe, dan setelah njata isinja meoelang lagi mengatakan terima kasih dan akan menjimpan dimana tempat jang baik.

Adalah kira-kira setengah djam betoel Z.E. di roemah sekolah K.A.S. memperhatikan apa-apanja. Setelah selasai Z.E. dan njonja besar berangkat toeroen dan teroes naik Auto berdjalan ke Boekit Tinggi demikian poelalah toean2 jang lain, setelah sekalian Auto2 itoe melaloei Tapi maka di tioep lagi sepoetjoek mariam alamat memberi selamat djalan. Dan oleh toean toekang2 gambar semoanja moerid sekolah renda jang sedang bekerdja didalam tiap2 klasnja dan orang jang memakai pakajan merapoelai laki2 perampoean dipotret poela. Demikian djoega panghoeloe2 dan ankoe2 dan segala orang2 moeda jang hadir serta berdjanji akan mengirim tiap2 potret itoe sehelai boeat sekolah.

Selasai daripada ini kira2 poekoel 2 berangkat poelanglah segala marikaitoe dan berbondong2lah ketje’ mangetje'.  Ma’aloemlah ankoe2 pembatja.  Lebih2 beronggok2 doedoek di Tapi memperkatakan ini dan itoe (tentoe lebih beringin hati sanak soedara jang dirantau jang pendoedoek ka Tapi katika poelang boekan?)

Salam kami

(Catatan penutup:
Ringkasan laporan pandangan mata ini kurang lebih adalah:

1. Tujuan utama kedatangan pak Gubjen adalah meninjau Sekolah Kerajinan Putri "Amai Setia". Kerajinan Amai Setia ini sampai sekarang masih eksis.
2. Kontrolir Agam dan Nyonya datang pukul 9.30 pagi meninjau segala persiapan serta turut mengatur sana-sini.
3. Angku Damang Bukittinggi tiba di lokasi pukul 10 pagi. Angku Damang bertugas mengatur posisi berdiri para penghulu kaum.
4. Empat pasang uda-uni disiapkan menyambut pak Gubjen dengan 4 jenis pakaian pula. Sepasang diantaranya fasih berbahasa Belanda.
5. Pukul 13.00 datang sebuah mobil. Rupanya bukan pak Gubjen, tapi tukang ambil muka alias fotografer pak Gubjen baru yang datang.
6. 10 menit kemudian barulah pak Gubjen dan istri datang dengan diiringi 10 buah mobil berisi pejabat-pejabat penting.
7. Beda dengan sekarang, sirih dan carano diantarkan ketika pak Gubjen masih diatas mobil. Entah apa alasannya.
8. Dari pembicaraan pak Gubjen dengan Mainar, salah seorang pagar ayu, terlihat bahwa anak nagari Koto Gadang sudah ada yang menjadi jaksa di Padang dan Riau, mantri O.R (apa ini? Mantri Orang Rantai?) di Sawahlunto. Bahkan ada yang mendapat Bintang Mas dan penghargaan dari Menteri Jajahan dan Putra Mahkota Belanda sendiri. Adalagi Dr. M Syaaf yang sedang mengambil spesialis mata di Belanda. Bahkan Mainar sang pagar ayu juga sedang bersiap-siap untuk berangkat ke negeri Belanda. Bayangkan tingkat emansipasi di Koto Gadang waktu itu. Anak perempuan diizinkan berangkat ke negeri yang jauh....halah..halah...
9. Setelah berkeliling dan melihat-lihat kelas, pak Gubjen dan nyonya dihadiahi bu Kepala Sekolah 2 buah kerajinan sulaman yaitu alas duduk di mobil dan penutup tea set.
10. Salah seorang Datuk mewakili yang lain menghadiahkan sebuah kambuik (tas tangan) kepada nyonya Gubjen. 
11. Setelah kira-kira setengah jam, pak Gubjen dan rombongan berangkat ke Bukittinggi dengan diiringi dentum meriam sebagaimana pada saat datangnya. Untung pak Gubjen atau nyonya ndak berpenyakit jantung....
12. Terakhir, kenapa kok majalah Suara Kotogadang ndak pernah menyebut nama pak Gubjen, ya? Cuma dengan inisial Z.E alias Yang Mulia. Apa memang tatakramanya begitu? Takut kualat kalau neyebut nama ya pak Editor? Jadinya kayak Voldemort-nya Harry Potter dong....)

Sumber : sawahloento.blogspot.com

Kronik PRRI (Bagian 6: Wind of War)

Sebelumnya di Bagian 5: PRRI 16 Februari 1958: Presiden Soekarno kembali dari Jepang Presiden Soekarno mempercepat masa istirahat 40 harinya...